Akhirnya Cerita Itu Selesai dengan Sendirinya. Sebuah Awal untuk Ketidaktahuan Sama Sekali
Memang tidak begitu mudah, kalanya berkelahi di tikungan jalan. Banyak yang berebut, mencaci maki dan kemudian meludah warna merah. Hal-hal sinting kemudian dijajakan dengan begitu lebat. Bangun pagi begitu sulit, nona. Tak malu rasanya bila aku datang dan kemudian menyapa dengan lembut, tapi itu terasa cukup menggelikan, atau bahkan menjijikkan. Seolah-olah harga diri ini runtuh. Siapa juga yang punya harga diri, yang tak laku dijual kepada zaman. Idealisme telah lama mati, disinggasana kebutuhan.
Aku ingin tidur. Sepuasnya. Selayaknya manusia yang butuh istirahat. Jangan kau datang-datang dengan kalimat manis yang berbuah sebuah janji yang tak akan pernah sanggup ditepati. Kalimat melankolis yang sudah dikubur sebelum meninggalkan bandara. AC kamar juga sudah dingin, tak maukah jika dirimu hadir untuk menyelesaikan hari. Tak ada yang sanggup duduk terlalu lama, dengan patah tulang di bagian umbal tiga. Layaknya olahraga, ketikkan ini berjalan begitu saja. Terkadang memang harus delete, seketika.
Mata juga mulai terasa pedih, takut setelah buka hp dan laptop jadi tidur lebih lama. Tapi, yang paling manjur adalah capek untuk menghantarkan tidur. Jadi segera selesaikan hari sebelum tidur. Bulu kaki juga sudah terasa sejuk sejak angin bertiup dari lubang AC. Ah, sepertinya cukup. Doa yang baik tetap dipanjatkan. Harapan tetap dimulai kembali, hari baik tetap akan datang. Tak ada yang perlu dikhawatirkan, sebab Tuhan Yang Maha Esa tetap satu dan melindungi. Sang Maha Pengasih tetap memberikan skenario yang paling baik untuk hambaNya yang meminta dan berserah. Alhamdulilah.
— -
19 Juni 2023
Tanjung Selor, Kalimantan Utara
Untuk sebuah perjalanan, maka menepati janji pada sebuah kalimat bahwa perubahan itu pasti, lainnya hanyalah ekor dari wujud sebuah adaptasi. Jika kejujuran boleh dipamerkan dalam sebuah pameran. Maka harga yang mahal untuk sebuah koleksi.
Seorang laki-laki berdiri tegak memandang sebuah lukisan. Sebuah goresan yang kasar dengan warna dasar yang semu. Cukup lama kanvas itu dilihatnya, sebuah kamera kecil diambilnya dari tas yang umurnya cukup tua. Gambaran sebuah perubahan, sesosok wanita dengan tangan didagunya. Kanvas itu terbagi dua, layaknya foto before after, dan si wanita dengan tangan didagunya mengisi setiap masing-masing kanvas dari yang dibagi itu.
Keduanya sama sama dengan latar belakang bermacam gambar kartun yang sepertinya pemuda itu tahu beberapa. Kartun Jepang. Latar belakang beberapa hutan, hujan, kota kerajaan, buku, alam, satwa, dan hal menarik lain.Tapi yang pasti dari kanvas ukuran yang cukup lebar itu, sesosok wanita dengan hijab di kepala dan tangan didagunya adalah sama. Yang membedakan hanyalah polesan di wajahnya.
Mungkin, gambar itu adalah sosok wanita saat masih awal dewasa dan saat si wanita sudah tumbuh dewasa dan matang, Karena, sosoknya bercampur dengan banyak polesan di wajah. Nampaknya Ia menjadi tegar dan mampu melewati kehidupan dengan sangat baik, sebab tak ada raut muka dan goresan yang menunjukkan sisi kebimbangan, takut dan pemikiran yang aneh. Ia tumbuh dengan sempurna. Hal yang baik dan pentup cerita yang jatuh pada kesimpulan bahwa pada akhirnya adalah sama. Sosok itu tidak berbeda dengan yang lain.
Ia cukup lama berdiri di sana. Entah apa yang dilihat dari kanvas yang hanya menempel di dinding putih itu. Tapi, jika dilihat lebih dekat, bola matanya hanya tertuju pada lukisan sisi sebelah kiri. Yang Ia lihat hanyalah sesosok wanita dengan tangan didagunya dengan polesan wajah yang lebih sederhana. Keduanya sama-sama anggun dan terlihat baik hati. Tapi, goresan bedak dan pernak pernik kosmetiknya tak nampak di gambar sisi sebelah kiri. Akan terlihat jelas bedanya, jika dibandingkan dengan gambar di sisi bagian kanan. Apakah sekarang Ia tahu bahwa ternyata sosok itu sama saja seperti yang lainnya. Nampaknya Iya. Jawaban atas pertanyaan lama yang tak pernah ada jawabannya, dengan tiba-tiba muncul sendiri. Sebuah pertanyaan yang asing dan kemudian jawaban itu menjadi pelengkap dari sebuah tanda tanya yang sebelumnya tak pernah tahu jenis pertanyaan seperti apa itu. Yang pasti, masa itu telah berakhir dengan sendirinya. Dari sebuah jawaban oleh waktu yang memberikan kepastian. Penyesalannya hanya satu, ternyata tak berbeda dari kebanyakan wanita yang pernah Ia temui dan ke depan memandang setiap latar belakang dari lukisan itu dengan cara yang berbeda.
Beberapa kali lelaki dengan kamera kecil di tangannya mengambil gambar lukisan itu. Sesekali dilihatnya hasil jepretannya di layar kamera. Hanya saja, dari 10 gambar 9 diantaranya adalah sosok wanita dengan kesederhanaannya di sisi bagian kiri, hanya 1 gambar yang Ia ambil dari seluruh lukisan itu. Sebuah hasil jepretan yang rasanya sudah hambar untuk sekarang.
Kemudian, Ia melangkah pergi dengan bayangan bahwa hidup akan terus berjalan, semua akan berubah memang. Sebelum meninggalkan pintu pameran, Ia tersenyum senang, senyum yang tulus bahwa meninggalkan pameran itu adalah meninggalkan cerita yang disyukuri dan menyenangkan. Sebuah cerita lama yang sudah usang dan memberikan banyak pembelajaran, yang berganti dengan tontonan drama korea, beberapa anime, keluarga, rumah, dan banyak hal yang ternyata lebih indah dari sekedar memandang sebuah lukisan di kanvas lama.
Tak akan ada pemikiran apapun, yang pasti hidup untuk menikmati banyak hal, pekerjaan, mendoakan kesehatan banyak orang, mengasihi, dan bertemu dengan orang baru dengan banyak cerita. Satu hal yang tak pernah usang, bahwa doa panjang umur untuk hal-hal baik tetap dibatinkan sebelum tidur di malam hari. Hidup dengan tontonan hospital playlist, Jeon Mi Do dan cerita-cerita yang menarik lainnya. Kotak kecil di pikiran tentang seseorang menjadi usang dengan sendirinya, dan beberapa kegiatan yang memiliki kesukaan dengan seseorang dengan sendirinya menjemukkan. Ternyata rasa malas untuk hal-hal itu datang dengan sendirinya. Sebuah kisah dengan akhir yang tak pernah diduga sebelumnya.