Efemeral Gulita
Apa yang dirasakan dari menelan pil pahit tanpa segelas air putih. Atau dikala demam dan kipas angin tetap berputar kencang. Tentang bagaimana hari selesai dengan tidak ngapa-ngapain. Di atas bantal dan kasur akan tiba masanya, penyesalan melompat lompat seperti domba domba yang hilang.
Kalimat-kalimat itu suci, ia berenang di antaranya. Di pelupuk mata dan jatuhnya dosa di kolam suci. Merekah di singgasana yang nampaknya tidak lama lagi akan gulung tikar. Pilihan demi pilihan mengenai beberapa angka, padanya, semua bertaruh koin banyak di meja judi. Yang pada akhirnya, mereka hanyalah penonton dari sebuah permainan besar yang sedang dimainkan. Dadu-dadu mulai digelindingkan di antara kepala-kepala manusia dengan gaji UMR.
Sebuah panggung nampak megah telah dipasang baik beserta riging-rigingnya. Tatkala surya kembali dari kepergiannya menemani lelaki tua memancing, saat itu juga konser dengan warna dan gradasi menyilaukan mata mulai diputar. Perayaan dan hiruk pikuk adalah pesta yang cukup mampu menyamarkan banyak hal. Porak poranda adalah hasil akhir di kanvas lain, sebab tumpukan kanvas baru dengan wajah senyum dan santun lebih menjual di layar beberapa inchi.
Tak ada yang pernah berhenti dan keluar dari lingkar percobaan. Yang diingatnya adalah bahwa hidup harus terus bergerak dan maju ke depan. Harapan akan selalu ada bagi mereka yang mau untuk terus hidup. Kanvas masih cukup luas untuk dicoret dengan beratus ratus tinta. Evaluasi memang harga mati, bahwa dahulu ternyata lebih baik dibanding hari ini adalah kemunduran yang cukup jauh dan nyata. Makanya, hari sore telah berlalu dan penghujung malam belum datang. Masih ada sekelumit malam untuk berbincang, membacakan dosa dan merogoh ke dalam diri, bahwa ada yang harus diperbaiki. Dimulai dengan satu persen.
Selamat malam
Kalimantan Utara, Januari 2024