Kakek, Ryan Belajar Tentang Joglo Saat Mengunjungi Mbah Putri Hari Ini

Ryan Prihantoro
3 min readMay 6, 2020

--

Tak ada kesan istimewa, sewajarnya. Kokoh, estetika dan elegan. Katanya butuh perawatan dan filosofi istimewa, tapi memang belum pernah sekalipun Kakek bercerita detail bangunan itu. Sampai tiba Kakek pergi ke surga, belum pernah ia tontonkan bagaimana bangunan itu berdiri, prosesnya sampai apabila suatu saat nanti dipindahkan atau dibongkar.

Letaknya persis di tengah, dengan pelataran atau halaman yang berisi pohon pohon MPTS (Multiple Purpose Trees Species). Bangunan dengan menyeluruh Kayu Tectona grandis atau biasa dikenal dengan Jati yang memiliki kelas awet I dan II sekaligus kelas kuatnya juga I dan II menandakan bahwa kayu ini sangat cocok untuk bahan kontruksi bangunan. Bangunan adat ini dikenal dengab nama Joglo.

Joglo sendiri berasal dari kata "tajug" dan "loro" yang artinya penggabungan dua tajuk. Nama ini digunakan karena pada atap joglo bentuknya seperti tajug atau gunung. Dan gunung merupakan tempat yang sakral bagi kepercayaan masyarakat Jawa. Sebab para dewa mendiami tempat tersebut.

Di bawah tajug terdapat empat pilar kayu yang menyokong atap Joglo. Kayu yang berjumlah empat ini dinamakan "saka guru" yang juga merupakan representasi dari empat arah mata angin. Wow amazing hehe

Tak cukup sampai di situ, rumah joglo memiliki bagian-bagian dengan nama masing-masing. Bagian paling depan disebut "pendapa" yang terletak di bagian depan rumah. Filosofinya adalah menunjukkan bahwa orang Jawa memiliki sifat yang ramah dan terbuka, serta menariknya lagi pada bagian “pendapa” tidak ada kursi, hanya biasanya tikar yang dimaksudkan supaya tidak ada kesenjangan antara tamu dan si pemilik rumah.

Masuk ke dalam rumah terdapat “Pringgitan” yang juga biasanya digunakan untuk menggelar pertunjukan wayang dahulunya. Pada tempat ini pemilik rumah ingin menyimbolkan diri sebagai Dewi Sri yang dianggap sebagai sumber kehidupan, kebahagiaan dan keseburan.

Dewi Sri sendiri dalam masyarakat sunda dikenal dengan Nyaii Pohaci Sanghiyang Asri atau akrab dengan “Mbok Sri”. Yang merupakan sosok Dewi Padi dalam cerita legenda Jawa. Saat panen padi potongan pertama yang kemudian dibungkus dan dibawa pulang ke rumah disebut “Mbok Sri” ini. Hal ini dilakukan agar “Mbok Sri” kerasan di rumah dan para pemilik sawah dapat selalu memenuhi lumbung padinya (Trubus, 1979).

Masuk lagi ke bagian dalam dinamakan “Dalem” atau Ruang Utama. Pada bagian ini terdapat “senthong” atau kamar yang terbagi menjadi tiga bilik. Kamar pertama dibuat bagi keluarga laki-laki, kamar kedua biasanya dikosongkan, sedangkan kamar ketiga bagi keluarga perempuan.

Kamar kedua dibiarkan kosong karena tempat untuk meletakkan pusaka bagi pemujaan Dewi Sri. Kamar yang disebut dengan “Krobongan’ ini merupakan bagian rumah yang paling suci dan tetap diisi dengan berbagai perlengkapan tidur. Atau semisal ada yang baru menikah, kamar ini yang biasa digunakan untuk pengantin baru.

Kakek, mungkin sedikit yang Ryan bisa pelajari. Tapi, tetap rasanya berbeda apabila memang Kakek yang menjelaskannya di rumah. Memang Tuhan punya rencana lain dan pasti akan lebih indah daripada rencana manusia. Semoga Kakek sedang tersenyum di alam sana. Membaca tulisan ini dan sedikit senang. Titip salam juga untuk Sang Khalik.

Hari ini Ryan berkunjung, memeriksa kenangan yang masih tertinggal. Menghadirkan memori di pelupuk mata. Dan masih ingat betul bagaimana dulu Kakek membuatkan layang-layang di depan rumah.

Oh iya, mungkin Kakek sudah melihat dari sana bahwa rumah joglo itu sudah dibongkar. Tersisa “Saka Guru” nya saja sekarang. Burung walet yang ada di sana juga sudah pindah entah ke mana. Mungkin dia sudah beranak-pinak dan hidup bahagia.

Terakhir, Ryan kirim Al-Fatihah dari sini dan Mbah Putri sehat lho Mbah. Tadi, saat selametan 1 tahun meninggalnya Pakde Bandi Mbah rasanya tenang dan senang.

--

--

No responses yet