Kemewahan Makna Cipta

Ryan Prihantoro
2 min readFeb 25, 2021

--

Sesampainya wujud itu di atas muka bumi. Kembali Ia tak menjadi tua, pun bukan anak-anak. Ia terlampau meneteskan air mata, namun mulutnya juga tertawa. Badannya bongsor, tak berdiri juga jongkok. Jika dilihat raut mukanya tua, tapi ada ciri lain bahwa Ia masih mampu disebut bocah.

Hasil karya Sang Mahesa tak kelaparan warna. Goresan dan guratan menciptakan Esa Maha Karya, dalam Sentosa. Di matanya yang sahaja, tetap Ia berpijak dengan kedua kaki. Sebuah kanvas dan cahaya lampu, teman menuju pagi. Kelak, Ibu dan Bapa tersenyum, alasan materi terlalu dangkal. Mereka bangga mampu mendidik sebuah daging bernyawa untuk berbuat baik bagi sesama.

Tak pernah ada ketakutan saat terlampau malam untuk istirahat. Paginya, akan selalu tetap sama. Senangpun, sewajarnya. Tak berlebihan dan tak pula kurang. Hidupnya sekarang hanyalah menimba sumur tua pengetahuan. Berikut sejarah dan kisah mewah, tentang bapa dan ibu bumi. Tentang manusia-manusia yang dikatakan hama dan para wali.

Tangan kanannya tetap akan sama, di belakang punggung dan meminta. Tangan kirinya menunjuk ke bawah di depan paha. Ia selalu bergantung pada doa Sang Hyang Tunggal dan meneruskan kebaikan pada semesta. Dengan satu jari, perlahan demi perlahan. Tak akan pernah ingin, dapur tempaan itu disuguhkan pada anak, cucu, keponakan dan sanubari.

Semua bentuk yang nampak adalah keindahan, kebaikan, pertolongan dan memberi sesama. Sabar begitu ampuh menjadi senjata pamungkas. Kalimosodo bukanlah angan-angan semu belaka.

Akan tetap ada kepasrahan. Begitu romantis antaranya dengan Nya. Tak ada cinta yang lapar. Tak ada cinta yang semu. PadaNya, cinta itu utuh. Sebuah kue yang tak pernah habis. Dipotong untuk dibagikan terus menerus, namun tetap akan utuh.

Cinta itu nampak sebagai sifat, bukan wujud belaka. Tak ada memandang untuk sebatas nafsu, sebab di dalam kekekalan dan formula romantis antara hamba dengan Tuhannya, begitu lekat. Ada kalanya naik dan turun seperti gelombang. Namun, cinta itu tetap melalui perantara. Kekal.

Dari Jalaludin Rumi yang bercerita di setengah tidur. Ada cinta yang tumbuh, dari seorang yang payah, pasrah dan menimba sumur dan suluk kehidupan. Menggali makna hidup dan membasuh kotoran hati. Semua adalah perubahan dan yang terjadi adalah pengulangan. Mengakar kuat menjulang tinggi. Kawah Candradimuka terbuka lebar. Sampai nantinya sebuah keris tercipta dengan elok, lekuk dan filosofis makna.

Kotawaringin Timur, 26 Februari 2021

--

--

No responses yet