Lakukan dengan Caramu Sendiri
Beberapa anak dilahirkan dari rahim seorang perempuan penjual es dawet, PNS, pedagang sayur, DPR dan suami seorang tukang cukur, pejabat RT setempat, depcolector, buruh pabrik dan staff nursery.
Dan saat sudah beranjak remaja, si anak yang memimpikan sebuah mainan dan di saat itu belum dituruti permintaannya, menjadi mulai berpikir. Seandainya Ibuku… Seandainya Bapakku…. Mainan apapun bisa kumiliki.
Beranjak lagi dewasa, saat lulus dari bangku sekolah menuju keranjang dunia kerja. Pemikiran seperti itu akan kembali muncul, seandainya… Dan seandainya… Lagi. Tentang orang dalam, kenalan si ini dan si itu. Tentang syarat uang berapa juta dan puluh juta, tentang sogok menyogok. Dan anak dari seorang penjual bambu tak mungkin menyogok instansi dengan bambunya. Sudah bukan lagi era bambu runcing.
Itu kisah beberapa dari segelintir dan sebagian anak yang dilahirkan dari bapak yang memiliki bapak tidak panjang nadi secara materi.
Namun, yang menarik adalah kisah seperti ini apakah akan terus menerus diromantisasi. Memang benar kenyataannya adalah demikian di lapangan. Dan apabila semuanya dengan model seperti kisah tadi, rasanya belum atau sekarang tidak. Ada kesempatan kesempatan bagai jurang yang masih tetap terbuka lebar. Dengan kegelapan yang jauh di bawah sana, tinggal beranikah meloncat? Beranikah turun? Seorang diri?
Saat kesiapan memang ditemukan dengan momentum kesempatan yang pas. Apakah berani untuk mengambil? Walau keringat tak akan pernah mengering sebab kerja yang tak henti henti atau kepala pusing dan tetap ditekan untuk fokus serta konsentrasi. Karena itu, pertanyaannya satu. Apakah hanya pasrah dan tidak berani menghadapi dunia dengan caramu sendiri?
13 Agustus 2021
Teluk Sampit