Layaknya Hari Kemarin
Terbersit ranah dan rona warna gembira. Layaknya getir, ia terus merongrong melewati asa dan bertumbuh. Sengal masih tertahan dengan mata terpejam, nafas yang tak lancar dan perut yang lapar. Bibir dan bubur adalah tuan dan pelayan yang saling mengeja dan mengejawantahkan.
Ini adalah sampah, yang ditulis. Bukan berarti tak berguna, atau sampai berpikir sebaliknya. Hanya akan tetap ada, meskipun di langit sudah cukup banyak. Jangankan mendung dan awan, beberapa burung terlihat terjebak di sana.
Sedang tidak mengalir, bukan karena kotor. Ia hanya tersumbat, dengan sumbatan lain. Hari demi hari.
Yang penting makan, adalah doa bagi mereka yang masih menyembah dunia. Yang penting dunia, adalah doa bagi mereka yang menyembah keadaan. Berdamai dengan keadaan, adalah doa yang sedang dipertanyakan.
Apa yang bisa kau lihat dengan kedua mata? Kedua tangan? Sepasang pendengaran, sekaligus semua sel yang dibentuk menjadi sesosok manusia.
Tak luput UFO yang sedang terbang menyaksikannya dari balik jeruji. Ia kini tahanan kota, yang sedang menengadah pada doa pasrah pada keadaan.
Yang pasti, hari sudah beranjak. Satu tulisan telah selesai dibaca, mari kita coba kategorikan. Apapun, dan segala hal. Tak baik, menyengsarakan diri dengan berpura pura. Kita juga perlu tidur dan menyapa jiwa, bertanya perlahan dan menyelesaikan obrolan dengan diri sendiri. Semoga bahagia.
T Selor, 17 Juli 2023
Ditulis di hari Selasa yang panas, kamar mess yang selesai di cat warna putih.