Mengapa Menulis?

Ryan Prihantoro
2 min readNov 9, 2019

--

Banyak tujuan orang ingin menulis. Merekam peristiwa melalui rangkaian kata dan kalimat, menghibur diri, mendapatkan uang, meningkatkan daya guna otak, menambah kreativitas, media refleksi, dikenang sejarah, merangkai ide agar tak secepatnya menguap. Maupun alasan-alasan lain mengenai niatan awal menulis.

Aku sendiri, menulis karena sebuah ketrampilan kujadikan sebagai hiburan. Menuangkan emosi, pemikiran di otak, dicampur dengan imajinasi, persepektif, deskripsi yang terkadang mudah dikatakan namun cukup ribet dituliskan. Sebuah tulisan yang dihasilkan juga menjadi kesenangan tersendiri saat nantinya dibaca orang atau setelah berminggu-minggu dibuat kubaca sendiri. Kadang aku tertawa dengan peristiwa yang terekam dalam kalimat kalimat inti yang kusisipkan dalam tiap paragraf. Kemungkinan lainnya, kadang menjadi muncul kembali emosi emosi yang telah tereduksi dan bermetamorfosa menjadi sebuah tulisan kala dibaca. Menarik.

Selentingan selentingan halus kadang berbicara di atas kepala dan berputar. Untuk apa menulis di era digital. Bukankah banyak orang lebih suka melihat foto maupun video. Media lain yang cukup edukatif dan interaktif untuk belajar, memahami peristiwa atau sekedar merekam kenangan. Pola pikirku hanya mengatakan bahwa video, foto dan media apapun itu selain menulis adalah hal yang sah. Sangat sah untuk diniatkan dalam persepektif yang nalar. Tapi, pengalaman dan proses yang berulang ulang telah sampai pada garis batas kesimpulan. Bahwa entah mengapa, kesadaran menulis merangkak ke permukaan pemikiran sebagai salah satu entitas yang perlu dilakukan. Menghayati hidup, meneroka diri dan menghanyutkan emosi. Aku sebagai subjek.

Jika menulis adalah padanan yang pas bagi membaca maka aku menyetujuinya dengan ikhlas. Fawaz seorang penulis yang rendah hati pernah mengatakan bahwa satu rahasia saat ingin menjadi penulis adalah rakus membaca. Tak ada cara lain yang lebih efektif dan manjur. Fawaz juga menambahkan bahwa jika diislam kita dikenalkan dengan kewajiban menghormati adalah ibu, ibu, ibu, kemudian bapak. Maka untuk menulis Fawaz memberikan nasihat dengan membaca, membaca, membaca, kemudian menulis. Yang kuamini sampai sekarang.

Lalu kemudian, akan sampai mana tulisan tulisan yang kubuat. Tak adakah keinginan untuk menerbitkan sebuah buku misalnya, atau mencari cuan dari tulisan?. Akan sangat ada dan menurutku harus, sampai saatnya nanti. Orang tuaku pernah mengajarkan bahwa berani mengatakan cukup adalah langkah awal bersyukur. Mungkin tulisan tulisan yang kubagikan lewat media apapun baik itu medium.com, wattpad, blogspot ataupun media lain masih cukup sebagai penghibur hari, merekam laku dan mencetak emosi menjadi tulisan. Itu cukup untuk sekarang.

Terakhir, Puthut EA pernah mengatakan dan kuamini sampai sekarang bahwa menulis adalah keterampilan maka hanya butuh latihan dan berulang ulang. Jika mengutip perkataan Gofar Hilman maka konsistensi melahirkan eksistensi. Satu tulisan yang kucatat di kamar. Jika beberapa orang menyukai gulai kambing, sop iga, atau pizza aku cukup menyukai sebuah buku. Jika ada yang menyukai travelling, berselancar, beemain golf maka adalah hakku untuk menyukai menulis. Sebab menulis karena hidup.

--

--

No responses yet