Menyelisik Nafsi
Rumi tak mengatakannya jelas, saat cintanya pada Pencipta adalah salah satunya. Atau saja aku tak menangkapnya.
Bahasa Pencipta juga ditafsirkan oleh banyak dari mereka. Nasadnya baik dan isinya shahih. Tapi, aku terlampau malas bermain dengan syair syair merdu.
Jika Karlina Supelli menerka nerka album teologi dengan padanan sains, cukup banyak energi yang menghasilkan lapar di saat puasa.
Aku memang terlalu banyak berselancar, tapi tak sungguh sungguh menyelam. Bahasaku adalah bahasa awam yang sedang juga digali bukan oleh penambang. Tak ada spesial pengetahuan khusus atau di kumpulan pendongeng mereka katakan spesialisasi. Adalah alasan untuk lebih banyak berbuat kebaikan, apabila makin banyak yang kutahu.
Ada suara suara yang menembus telinga, ada ejekan mengalir melalui gendang dan terus turun ke bawah. Ada nafas tersengal-sengal. Tapi itu prosesnya, setidaknya mereka tidak melakukan.
Bukanlah aktor sinetron dengan beratus kebaikan. Menengadahkan tangan saat disakiti dan memberi maaf semudah membuang ludah. Sewajarnya, taraf yang sedikit dari mata diganti mata. Luasnya samudera untuk mengganti baik dengan kebaikan lain.
Inilah kisah. Yang disampaikan dengan bahasa alami. Tanpa tedeng aling aling. Aku memikirkan ciptaan Pencipta, hipotesanya.