Moira.
Kawannya hanya bayang. Terkadang siluet pohon di tepi danau kala petang datang. Atau sesendok obat yang diracik oleh suster pribadi di kediaman milik Papa Mama.
Sakit yang menggerogoti usia muda, bukanlah sahabat baik bagi seorang anak muda. Malang, dan ketidakadilan, pikirnya. Untuk apa Ia hidup dan dengan apa.
Terakhir, seorang dokter mendiagnosa PPOD atau penyakit paru obstruktif kronis. Penyakit ini juga yang mengirim Papanya menuju surga. Mengakibatkan rumah menjadi ruangan hampa dan sesekali berisik.
Sebuah psikis yang layu. Bumbu bahagia hidup, berangsur angsur larut. Tak lagi sejuk memandang air danau dan matahari sore.
Sekarang, Ia mulai terbang. Terlihat lebih kecil rumah hampa dan danau itu dari atas sini. Dan terus mengecil.
Awan juga bukan sesuatu yang dingin. Ia tak lagi bisa merasakannya.
Terbang dan masih saja terbang. Begitu enteng tubuhnya sekarang.
Namun, sesuatu yang besar kemudian muncul di atasnya. Menyaksikan semesta yang begitu kecil tanpa sebuah mata. Ia tak menemukan sebuah mata miliknya.
Tangannya ingin menggapai. Tapi apa daya. Tak lagi dimilikinya sekarang kedua tangan itu.