Pemilik Panti Asuhan dan Tangan-Tangan
Masa depan. Ibarat anak merindukan sebuah boneka yang berbentuk tokoh idola. Semacam piala kejuaraan yang dilihat dari tetesan keringat latihan. Atau layaknya puncak gunung yang dilihat oleh seorang pendaki setelah selesai registrasi di base camp. Ada banyak lagi penggambaran untuk masa yang belum terjadi atau seseorang sering mengatakannya dengan masa depan. Memikirkannya dan beberapa tahu harus bagaimana setelahnya.
Hasrat membuncak sesaat setelah motivasi mulai mengalir bersamaan dengan sel darah. Menerobos tiap dinding-dinding sel dan berhenti untuk bekerja dalam inti sel atau yang biasa disebut nukleus. Satu titik motivasi di tiap tiap inti sel yang terdapat berjuta dalam tubuh seorang sapiens. Mereka serentak bersama-sama untuk melakukan yang seharusnya dilakukan. Akibatnya, tergerak otak dan otot untuk segera bertindak sesuai yang direncanakan dan daftar-daftar target yang segera perlu dicentang.
Dua dari beberapa mengalami hal seperti itu. Namun, yang lainnya hampir hampir tergeletak malas di atas kasur, memandang masa depan dengan angan-angan yang terus mengambang. Berkembang, mencapai sukses dan mendulang emas-emas pencapaian yang terbungkus khayalan. Tanpa pernah aksi dan berhenti di pikiran yang tak pernah berjalan.
Perspektif untuk meneroka sisi-sisi kehidupan yang belum terjadi, hanya akan terus berlanjut. Entah kita menolak ataupun dengan lapang dada menerima. Seorang anak yatim yang tinggal di panti asuhan, sah-sah saja untuk bermimpi di masa depannya kelak menjadi pemilik panti asuhan dan memberikan tangan-tangan kebaikan untuk anak yatim yang lain. Seorang penjahat yang membunuh istri dan anak dari seorang saudagar kaya boleh untuk berangan pada masa depan yang gemilang dengan memperkerjakan saudagar yang ia curi sebagai supir ataupun tukang kebunnya nanti. Sah-sah saja di alam khayal atau angan-angan.
Sayangnya, masa depan punya aturan mainnya sendiri. Sedikit berbeda dengan angan-angan yang terjadi dan dilakukan saat ini. Masa depan terjadi untuk kemudian hari, besok, lusa, dan besok setelah lusa, serta seterusnya. Ia tak cukup diselesaikan dengan hari ini. Kecuali hukum lain yang menghentikan, salah satunya kematian. Hukum kekal lain yang juga akan dirasakan oleh semua orang. Tentang masa depan juga sedikit berbeda lagi dengan khayalan, bahwasanya khayalan hanya perlu diperjuangkan dengan duduk, berbaring, memandang langit-langit kamar, menerobos bentuk dan benda yang mampu dibayangkan. Sedangkan masa depan, adalah momok dan binatang buas yang perlu ditaklukkan dalam arena sirkus. Menjadi aktor yang akan ditonton banyak orang dengan keriuhan yang menciptakan memori tak terlupakan. Masa depan membutuhkan sosok yang sanggup berdiri di ujung jurang, menatap sabana luas di depannya dan berani memulai aksi. Menciptakan target target kecil, menghabiskan waktu untuk kebutuhan dan kesenangan yang berimbang, berimajinasi untuk meringkas inovasi, menyimpulkan histori dengan ilmu multidimensi, dan mengaturkan doa pada Sang Kuasa, dalam ringkasan sederhana seorang Ibu dari keluarga sederhana di desa provinsi Jawa Tengah pernah berkata, untuk mencapai masa depan butuh usaha dan doa yang maksimal. Itu cukup.