Scenes Jalan Penjudi
Ada sosok baru yang kemudian dilahirkan lewat kuping. Entah berapa kali bukaan, namun kuping itu sudah terbuka sangat lebar, seakan akan kepalanya terbuka menjadi sebuah lubang besar, padahal itu hanya sebuah kuping-tempat peranakan ini keluar.
Rambutnya berwarna kuning, hidungnya mancung, matanya sipit. Beranjak dewasa Ia selalu senang mengenakan topi, dan dibalik ke belakang. Menariknya, banyak yang bilang Ia sangat jenius. Di umurnya yang baru beranjak di tahun ke 22 Ia telah banyak meraup keuntungan dan bergelimang uang. Setiap hari, tak kurang dari 10 juta didapatkannya dari kemenangan berjudi. Entah model judi apapun, dari saung ayam sampai poker. Lawan satu mejanya sekarang tak main main, beberapa oknum pejabat daerah yang korup, perut buncit dan pemilik seutuhnya wanita wanita simpanan yang dihadiahkan apartemen.
Satu dari 57 kali peluang Si Rambut Kuning ini kalah. Oleh karena itu, tak perlu Ia bersekolah, membaca, les, private atau home schooling. Ia cukup berjudi setiap hari, karena prinsipnya. Toh mereka mereka yang sekarang bersekolah barangkali nantinya hanya untuk mencari uang. Pusing dan stres, serta belum tentu dengan mudah mencari uang dengan embel-embel predikat akademisi.
Uang hasil judi, selalu ia bagikan sepuluh persennya untuk para pelacur yang sampai jam 5 pagi belum mendapat pelanggan. Sepuluh persennya lagi, mafia mafia kroco yang dililit hutang beserta bunganya. Dua belas persen untuk yatim piatu. Delapan persen untuk keluarga yang miskin dan menikah di usia muda. Dua puluh persennya lagi, diberikan cuma cuma di depan pintu rumah yang ia lewati saat berjalan pulang.
Sisanya, tak pernah ada yang tahu uang itu untuk apa. Yang jelas, tak akan pernah ada manusia yang belum pernah merasakan kebaikan dari seorang penjudi ini. Mulai dari dibelikan semangkok bakso, sekantong kresek ganja, susu bayi, sampai kondom fiesta.
Selalu yang ia sampaikan setelah memberi sesuatu kepada orang lain adalah porsinya seimbang ya.