Sudut Pandang dalam 3 Menit
Masih ramai terdengar sampai hari tengah malam ini adalah pertemuan Elon Musk yang bertemu dengan Luhut Binsar Panjaitan di kantor Tesla. Menariknya ada yang bilang bahwa kaos yang dipakai Elon Musk seharga Rp377 ribu rupiah ada juga yang bilang Rp432 ribu rupiah, kaos oblong yang simpel dan tetep terlihat luwes saja sepertinya. Koas ini dinamai dengan Men’s Battery Day Tee dan menjadi salah satu merchandise dari Tesla. Di sisi lain balutan rombongan Menko Kemaritiman dan Investasi sowan dengan jas yang elegan. Ya, seperti kita tengok biasanya bahwa pertemuan pejabat-pejabat cukup mengharuskan penampilan dan cara berbusana ini dan itu.
Di akhir tahun lalu CEO Tesla ini juga menjual rumahnya dan beberapa artikel berita bilang bahwa Ia tidak memiliki rumah sama sekali. Yah homeless lah ya. Kemudian, di belahan bumi yang lain di mana Ibu kota yang baru akan di pindah terdapat manusia-manusia berumur 20–30 tahun, bahkan lebih cukup pelik dan memutar otak cukup keras agar bisa memiliki rumah. Beberapa headline cukup familiar dengan generasi Z yang sulit memiliki rumah karena kalah dengan ngopi cantik. Memang betul bahwa hal-hal seperti ini tidak pas untuk saling dibandingkan, hitung-hitung sekedar fyi saja. Tapi, menjadi fenomena yang menarik. Kenapa? teman teman punya alasannya masing-masing.
Kamar masih cukup berantakan, sehari dibereskan dan besoknya kembali berantakan, lagi. Begitupun tabungan, hari ini tersisa, barangkali lusa sudah binasa termakan leha-leha. Ada manusia yang ingin menyampaikan dalih dengan dasar yang kuat, beberapa yang lain tak ingin terlihat rumit dengan menyederhanakan bahasa agar bisa dipahami sesama. Atau sekedar minum air putih yang dimasak di atas tungku kompor, sebab tradisi untuk memercayai air mineral botolan belum yakin betul karena tidak melalui proses pemasakan terlebih dahulu, atau yang lainnya agar bisa berhemat.
Kita hidup di tengah kepulan bermilyar sudut pandang. Cara melihat dunia dan bagaimana menyikapi suatu hal. Benarkah bahwa kaos oblong mengidentifikasikan bahwa berpakaian tersebut tidak mencerminkan kesopanan saat bertemu orang penting. Kemudian, bagaimana dengan Ganjar Pranowo yang lebih suka berkampanye lewat tulisan-tulisan sablon yang menempel di kaos. Selagi bersepeda, selagi bertemu dengan wong cilik kalau bahasanya kader partai.
Apabila semisal di kaki gunung Sumbing di Jawa Tengah terdapat seorang kakek bernama Mbah Mo yang tidak pernah menginjakkan kaki di bangku sekolah dan tak pernah tahu betul bagaimana mengeja huruf A-M-I-N, tapi bisa melafalkannya dengan baik setelah bacaan doa imam sehabis solat maghrib. Tak pernah tahu bagaimana sebuah konsep atau gaya hidup minimalis yang ditulis penulis Jepang, dan sampai Raditya Dika pernah mengikutinya. Yah, walaupun entah Raditya Dika memang menirukan orang Jepang yang menulis buku tersebut atau dari sumber yang lain. Yang jelas, sampai sekarang rata-rata pakaian yang Ia kenakan berupa kaos oblong tanpa lambang dan merk yang nampak. Sosok Mbah Mo bisa mengikuti beberapa parameter untuk dikatakan hidup minimalis.
Jikalau Mbah Mo memang ada dengan pekerjaannya bertani. Persis beliau tahu betul bahwa atribut yang harus Ia kenakan mencangkul di sawah dengan pergi sembahyang maghrib ke mushola cukup berbeda. Mungkin tetap sama-sama menggunakan peci, tapi minimal sarung yang Ia kenakan akan berbeda, antara nyunggi lemi (mengangkut kotoran sapi yang menjadi pupuk) dengan sembah bertemu Sang Hyang Widhi.
Jikalau Mbah Mo memang ada, yang sekarang sudah ditinggalkan terlebih dahulu oleh mendiang istri tercintanya 3 tahun yang lalu. Istri pertama dari ketiga istrinya yang amat Ia cintai. Tak pernah terbayangkan bahwa Ia paham betul konsep hidup minimalis. Rumah sepetak ukuran tak lebih dari 36 m2, mungkin lebih karena dapurnya harus bergandeng dengan kandang Sapi di belakang rumah. Bagaimana membeli karena butuh bukan karena ingin. Walaupun menikah tiga kali adalah ingin bukan butuh. Atau memahami hal lain misalnya diversifikasi pangan, di mana makan tidak harus nasi, melainkan nasi jagung, kluban (bisa teman-teman cari tahu apabila datang ke Wonosobo, jawa Tengah), sambel dan rese (ikan asin).
Banyak juga yang memandang bahwa memiliki kelengkapan sudut pandang cukup penting. Obrolan dengan teman bekas ketua partai kampus bahwa memiliki sudut pandang yang komprehensif cukup membantu menjalani hidup. Memaknai pembicaraan bukan dari sosok melainkan dari apa yang dibicarakan dan memiliki filter yang baik dengan filter critical thinking membantu dalam banyak hal, mengurangi judging terhadap seseorang yang belum lama dikenal misalnya.
Adalagi yang pernah bercerita bahwa sudut pandang yang luas, tidak sempit menghasilkan hidup tidak sesak dan tidak sumpek. Betul atau tidak, percaya atau tidaknya tinggal bagaimana masing-masing mencobanya di rumah. Just do it. Terakhir, dan hal yang paling dasar dan menjadi pertanyaan setiap hari adalah sudahkah berbuat baik hari ini? dan apakah kamu sudah bisa menghargai dan menghormati orang lain? dengan menyadari bahwa setiap orang memiliki sudut pandangnya masing masing?
Pangkalan Bun
26 April 2022
Sumber :
Kaus Elon Musk yang Dipakai Saat Bertemu Luhut Harganya Rp 432 Ribu | kumparan.com (Diakses 26 April 2022)
Elon Musk Jual Rumah, Manusia Rp4.200 Triliun Kini Tinggal di Kontrakan Petak : Okezone Economy (Diakses 26 April 2022)
“Elon Musk” since:2022–04–23_10:54:19_UTC — Pencarian Twitter / Twitter (Diakses 26 April 2022)
How to Choose the Right Point of View for Your Story | by Angelica Hartgers | The Book Mechanic | Medium (Diakses 26 April 2022)