Yang Terjadi Saat Melakukan Banyak Kesalahan

Ryan Prihantoro
2 min readNov 12, 2019

--

“Bagaimana ini, ini bukan yang saya maksudkan”

“Gimana si, bisa nggak sebenarnya?”

“Ini si kurangnya banyak Bro.”

“Bukan seperti ini yang dimaksud, sebenarnya paham nggak.”

Muncul ketakutan setelahnya untuk memulai. Terlebih pada hal baru yang belum pernah ditangani sendiri. Semacam prasangka yang hadir sebelum melakukan apa-apa. Ia telah menunjam di kepala, berkeliling, berpatroli untuk mengawasi gerak-gerik pemikiran yang menantangnya. Prasangka itu seperti hansip perumahan, berkeliling kompleks. Atau beberapa bapak-bapak yang sedang piket ronda, yang berkeliling satu jam sebelum jam dua belas malam untuk mengambil jimpitan. Kejadian-kejadian seperti ini muncul karena kenangan yang telah membekas sebelumnya. Bahwa melakukan kesalahan akan menjadi sebuah cacian oleh orang lain. Menghasilkan rasa malu, takut, dan marah seketika saat kesalahan diungkap di muka umum, harga diri rasanya diruntuhkan atas sebuah kesalahan.

Pada hal baru, kesalahan akan sangat mudah muncul. Sebab memang pertama kalinya mengoperasikan atau sekedar menyelesaikan masalah yang muncul di depan mata. Sama sama makan nasi, akan berpeluang salah juga saat kebiasaan makan nasi di warung dengan satu kali kesempatan makan nasi di istana kepresidenan. Gagap pada table manner, sungkan mengambil lauk yang letaknya cukup jauh, risi dengan bermacam sendok, garpu dan pisau.

Beberapa mungkin akan menyaksikan dan mengamati terlebih dahulu. Menyaksikan bagaimana pemilik rumah melakukannya dengan baik karena sebuah kebiasaan makan di meja makan dengan beberapa aturan. Namun, tak berpeluang lain bahwa akan muncul manusia-manusia yang dengan kegagapannya menimbulkan kecerobohan-kecerobohan. Makan dengan bunyi sendok dan piring yang beradu, tumpah menuangkan air minum, menumpahkan seisi piring karena belum terbiasa dengan piranti di meja makan. Jika boleh sama-sama mengatakan bahwa kecerobohan itu kita samakan dengan sebuah kesalahan.

Implikasi kesalahan juga dipandang oleh beberapa orang sebagai kelakuan yang fatal. Tak cukup baik untuk diampuni. Perlu mendapat pelajaran. Hingga harus mendapat konsekuensi yang setimpal. Beruntungnya pada para manusia yang menjalani fase sebagai mahasiswa. Manusia dengan fase nanggung yang belum sepenuhnya mendapat tanggungjawab utuh. Namun, terlampau malu saat hanya menengadahkan tangan dari orang tua. Fase-fase yang diyakini sebagai fase berbuat kesalahan sebanyak mungkin. Mencoba banyak hal baru. Mendorong diri menjadi perencana-perencana yang tak semuanya dilakukan dengan baik.

Aku sendiri juga sadar. Bahwa kesalahan-kesalahan yang tadinya pernah diperbuat adalah batu loncatan yang cukup efektif untuk menatap hari esok. Terlentang di kasur. Lewat jam tidur. Memulai mengingat hari ini, melakukan banyak hal. Mengingat kesalahan-sedetail mungkin. Sebelum tidur adalah waktu yang pantas untuk melakukan evaluasi diri. Sebelum memejamkan mata untuk mati beberapa jam ke depan, selain berterima kasih kepada Tuhan untuk hari ini.

--

--

No responses yet