Yang Tinggal Seorang Diri Di Dalam Hutan

Ryan Prihantoro
3 min readNov 17, 2019

--

Nyanyiannya adalah suara dengan perkusi dari tabuan pita suara kodok dan tekek

Alunannya mengikuti suara daun yang tertiup angin

Hembusan nafas beriringan dengan suara jangkrik yang bersembunyi di balik seresah

Ia wanita beranak satu yang tinggal di hutan. Pekerjaannya mengisi tanah untuk tempat membibitkan semai. Suaminya, juga sama, tinggal di hutan. Tinggal beberapa kilometer dari wanita ini tinggal. Sama sama di persemaian. Namun, jarang tinggal dalam satu rumah yang sama. Karena tugas mereka di persemaian membutuhkan waktu yang lebih panjang dari buruh lain.

Tak ada televisi, radio; Tak mengenal pilihan presiden dan memahami mereka satu persatu.

Tak pernah ribut dengan masalah pemilihan menteri di periode kedua, pembuatan jalan tol, pembebasan lahan. Namun Ia mungkin cukup risau saat mendengar kabar Jepang terkena gempa misalnya, sebab anak semata wayangnya sekarang menimba ilmu di negeri Sakura itu. Yang ia tahu adalah pukul 19.00 Ia menutup pintu, ambil wudhu, bersembahyang Isya dan rehat duduk di ruang tamu sejenak. Tak pernah begadang, Ia benar mengikuti sunah rasul untuk waktu tidur.

03.00 pagi, bangun solat tahajud. Menghadap Sang Ilah tanpa gangguan. Batinnya tenang seperti sekitaran rumah yang hanya sendiri di samping pohon pohon mahoni. Tak ada yang mengganggu. Terkadang satu dua orang mampir.

Perihal mampir, nampaknya Ia teringat akan sesuatu. Memulai berkisah. Di suatu hari yang letih setelah seharian melakukan pekerjaan di persemaian. Agenda malamnya sama, cukup istirahat di awal malam. Mempersiapkan diri untuk pagi kembali. Pukul 03.00 pagi Ia terbangun. Sayang, Ia terbangun dengan kaget, sebab jam selepas dini hari itu pintu rumahnya diketuk seseorang.

Menjadi kebiasaan saat ada tamu malam hari wanita ini tak langsung membukakan pintu. Menanyakan tentang nama adalah syarat kunci untuk bisa dibukakan pintu.

“Siapa Ya?” Tanya wanita ini dari dalam

“Saya” Seseorang menjawabnya dari luar.

Diketuknya lagi pintu itu.

“Siapa ya?” Tanya wanita ini kedua kalinya

“Saya” Jawaban dengan intonasi yang sama.

“Siapa ya?” Tanyanya ketiga kali.

“Saya. Saya hanya ingin numpang tidur.”

Jawaban itu dan gagang pintu terasa mau dibuka. Cepat-cepat Ia keluar lewat pintu belakang. Wanita tua ini sadar betul posisinya, ia seorang diri di rumah itu. Di tengah kegelapan ini siapa kegarangan yang datang. Pukul 03.00 pagi pula.

Cepat ia berlari lewat pintu belakang. Jalan satu-satunya menuju jalan raya adalah lewat samping rumah. Sekilas saat melewati samping rumah dilihatnya lelaki itu masih berdiri di depan pintu, karena memang pintu itu dikunci rapat.

Cukup lumayan Ia berlari ke kampung terdekat. Melewati jalan kecil di bawah sinar rembulan yang melewati tipis-tipis tajuk pohon di kanan kiri jalan. Berlari sekencang mungkin, dibawanya ketakutan yang mendalam. Dengan tak membawa senter, beberapa kali ia harus jatuh terperosok. Berdiri lagi dan berlari.

Sesampainya di kampung, beruntung ada satu dua orang terlihat. Mungkin setelah selesai ronda. Diceritakannya apa yang baru saja terjadi. Ia sangat takut untuk kembali ke rumah seorang diri. Satu dua orang warga kampung menemaninya pulang ke rumah. Namun sayang lelaki penggedor pintu itu sudah pergi, entah lenyap kemana perginya. Malam yang mengerikan untuk wanita tua yang tinggal di hutan.

Paginya, sambil masih membekas kejadian tadi malam. Si wanita tua tetap harus berangkat kerja. Melewati jalan biasanya menuju persemaian. Beberapa ratus meter ia berjalan, dilihatnya seorang laki-laki yang tidur di pinggir jalan. Di sebuah kursi bekas yang ada di taman kecil yang dibuat di hutan itu. Ia memandang cermat lelaki itu. Dan ada yang tidak asing dari apa yang ia lihat. Seorang lelaki dengan baju compang-camping, badannya kotor, dan mungkin tak mandi beberapa bulan Perawakan kurus dengan rambut gondrong acak-acakan, umurnya tak lebih tua dari wanita ini sepertinya. Dilihat dari rambut gondrongnya, sekilas ia melihatnya sepertinya lelaki tua ini yang menggedor pintu rumahnya.

Bertemu dengan teman buruh di persemaian. Temannya bercerita bahwa ada orang gila yang heboh di Kampung. Semua yang diceritakan temannya sangat mirip dengan lelaki yang dilihatnya tadi saat ia lewat, maupun tadi malam. Dengan banyak keyakinan, wanita tua ini sadar betul bahwa yang menggedor pintunya pukul 03.00 pagi adalah seorang lelaki yang gila. Oh orang gila.

--

--

No responses yet